Kamis, 08 April 2010 14:26 nad
Memahami Bahasa/Tulisan
Langkah pertama yang harus
diperhatikan oleh konsumen adalah memahami bahasa atau tulisan. Hal ini
sangat perlu karena Indonesia saat ini tengah kebanjiran produk import
baik legal maupun illegal. Meskipun aturan yang berlaku mewajibkan
produsen untuk mencantumkan informasi yang dapat dipahami oleh konsumen
pada umumnya, tapi pada kenyataannya ada produk yang beredar di pasaran
dengan tulisan atau bahasa yang sama sekali tidak dapat dipahami.
Langkah konsumen yang terbaik dalam menghadapi produk seperti ini adalah
menghindarinya.
Nomor Pendaftaran
Produk yang diproduksi dan
beredar di Indonesia seharusnya terdaftar pada lembaga pemerintah yang
berwenang yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan
mendapatkan nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran untuk produk pangan
adalah MD atau SP untuk industri kecil. Sedangkan untuk produk import
mendapatkan nomor registrasi dengan kode ML. Kode CD diberikan untuk
produk kosmetika lokal dan CL untuk produk luar. Adapun kode TR
diperuntukkan bagi produk obat tradisional (jamu) dalam negeri dan TL
untuk produk import.
Nama Produk, Produsen dan Alamat
Produksi
Nama dan alamat produsen tidak selalu sama dengan
pabrik yang memproduksinya. Saat ini ada perusahaan tertentu yang sudah
mendapatkan sertifikat halal untuk produk tertentu di Indonesia,
kemudian memproduksi produk yang persis sama di pabrik lain di luar
negeri. Padahal sertifikat halal MUI yang diberikan hanya kepada produk
yang diproduksi di Indonesia. Pada kasus lain,ada produsen yang sudah
dikenal masyarakat luas sebagai produsen produk bersertifikat halal
kemudian mengeluarkan produk baru yang tidak disertifikasi halal.
Konsumen yang tidak teliti akan otomatis beranggapan bahwa produk apapun
yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut pasti halal. Hal-hal seperti
ini tentunya menyesatkan konsumen. Oleh karena itu teliti nama produk,
produsen dan alamat produksinya.
Daftar Bahan yang Digunakan
Salah satu hal penting lain
yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah daftar atau komposisi bahan
atau istilah lain ingredients yang terkandung dalam produk
yang akan dikonsumsi. Istilah bahan yang digunakan jika diperhatikan
masih sangat beragam. Ada yang sudah menggunakan bahasa Indonesia yang
secara umum dikenal oleh masyarakat, ada yang masih menggunakan istilah
asing atau dapat ditemukan juga penggunaan kode. Istilah asing yang
perlu dikritisi kehalalannya antara lain emulsifier, atau bahan
pengemulsi, stabilizer atau bahan penstabil, shortening,
tallow, gelatin dan collagen. Sedangkan lard
adalah jenis yang harus dihindari karena merupakan istilah untuk lemak
babi yang sudah pasti keharamannya. Kode yang sering muncul adalah kode
untuk bahan pewarna dan kode E yang merupakan kode untuk bahan tambahan
atau food additives. Tidak semua bahan dengan kode E perlu
dicurigai kehalalannya. Beberapa contoh kode E yang perlu diperhatikan
karena mungkin berasal dari hewan adalah E422 (gliserol/gliserin),
E430-E463 (asam lemak dan turunannya) dan E470-E495 (garam atau ester
asam lemak). Sedangkan E334 adalah kode untuk L-(+)-tartaric acid
yang merupakan hasil samping industri wine.
Untuk dapat mengetahui produk
dan bahan-bahan mana yang perlu dikritisi, konsumen dituntut untuk
terus menerus menambah pengetahuannya. Dengan demikian akan terbangun
konsumen yang pintar dan kritis, sehingga mendorong produsen untuk lebih
bertanggung jawab dalam berproduksi. Walhasil, pameo ‘konsumen adalah
raja’ dapat tetap dipertahankan.
Label Halal
Cara yang paling mudah
dilakukan untuk memlih produk halal adalah dengan melihat ada tidaknya
label atau logo halal pada kemasannya. Produsen yang akan mencantumkan
label halal harus memiliki sertifikat halal lebih dahulu. Tanpa
sertifikat halal MUI, ijin pencatuman label halal tidak akan diberikan
pemerintah. Sampai saat ini memang belum ada aturan yang menetapkan
bentuk logo halal yang khas, sehingga pada umumnya produsen mencetak
tulisan halal dalam huruf latin dan/arab dengan bentuk dan warna yang
beragam. Akan tetapi beberapa produsen sudah membuat logo halal dengan
bentuk logo MUI dengan mencantumkan nomor sertifikat halal yang
dimilikinya. Hal ini dirasakan lebih aman untuk produsen karena masih
cukup banyak produk yang beredar di pasaran yang mencantumkan label
halal tanpa memiliki sertifikat halal MUI. (Ma-Jurnal Halal)
Sumber :
http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=article&id=382%3Ateliti-sebelum-membeli&catid=93%3Ahalal-article&Itemid=428&lang=in