Rabu, 02 Mei 2012

Teliti Sebelum Membeli

Kamis, 08 April 2010 14:26 nad

‘Teliti Sebelum Membeli’ yang merupakan motto siaran niaga TVRI zaman baheula rasanya tetap tidak lekang dimakan waktu. Sikap konsumen untuk teliti dalam memilih produk yang akan dikonsumsinya harus selalu dilakukan. Bagi seorang muslim, kesalahan dalam memilih suatu produk yang dikonsumsinya dapat berujung pada kerugian lahir dan batin. Secara lahir, produk yang mengandung bahan berbahaya akan memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan. Sedangkan secara batin, mengkonsumsi produk tidak halal akan berdosa. Oleh karena itu konsumen perlu sekali memahami informasi tentang produk yang akan dikonsumsinya, sehingga keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk tertentu tidak semata-mata karena tergiur dengan kemasan yang menarik, iklan yang bombastis atau harga yang murah.

Cara yang paling mudah adalah dengan teliti membaca label yang melekat pada kemasan produk. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang peru diteliti oleh konsumen sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk:

Memahami Bahasa/Tulisan

Langkah pertama yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah memahami bahasa atau tulisan. Hal ini sangat perlu karena Indonesia saat ini tengah kebanjiran produk import baik legal maupun illegal. Meskipun aturan yang berlaku mewajibkan produsen untuk mencantumkan informasi yang dapat dipahami oleh konsumen pada umumnya, tapi pada kenyataannya ada produk yang beredar di pasaran dengan tulisan atau bahasa yang sama sekali tidak dapat dipahami. Langkah konsumen yang terbaik dalam menghadapi produk seperti ini adalah menghindarinya.

Nomor Pendaftaran

Produk yang diproduksi dan beredar di Indonesia seharusnya terdaftar pada lembaga pemerintah yang berwenang yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan mendapatkan nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran untuk produk pangan adalah MD atau SP untuk industri kecil. Sedangkan untuk produk import mendapatkan nomor registrasi dengan kode ML. Kode CD diberikan untuk produk kosmetika lokal dan CL untuk produk luar. Adapun kode TR diperuntukkan bagi produk obat tradisional (jamu) dalam negeri dan TL untuk produk import.

Nama Produk, Produsen dan  Alamat Produksi

Nama dan alamat produsen tidak selalu sama dengan pabrik yang memproduksinya. Saat ini ada perusahaan tertentu yang sudah mendapatkan sertifikat halal untuk produk tertentu di Indonesia, kemudian memproduksi produk yang persis sama di pabrik lain di luar negeri. Padahal sertifikat halal MUI yang diberikan hanya kepada produk yang diproduksi di Indonesia. Pada kasus lain,ada produsen yang sudah dikenal masyarakat luas sebagai produsen produk bersertifikat halal kemudian mengeluarkan produk baru yang tidak disertifikasi halal. Konsumen yang tidak teliti akan otomatis beranggapan bahwa produk apapun yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut pasti halal. Hal-hal seperti ini tentunya menyesatkan konsumen. Oleh karena itu teliti nama produk, produsen dan alamat produksinya.

Daftar Bahan yang Digunakan

Salah satu hal penting lain yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah daftar atau komposisi bahan atau istilah lain ingredients yang terkandung dalam produk yang akan dikonsumsi. Istilah bahan yang digunakan jika diperhatikan masih sangat beragam. Ada yang sudah menggunakan bahasa Indonesia yang secara umum dikenal oleh masyarakat, ada yang masih menggunakan istilah asing atau dapat ditemukan juga penggunaan kode. Istilah asing yang perlu dikritisi kehalalannya antara lain emulsifier, atau bahan pengemulsi, stabilizer atau bahan penstabil, shortening, tallow, gelatin dan collagen. Sedangkan lard adalah jenis yang harus dihindari karena merupakan istilah untuk lemak babi yang sudah pasti keharamannya. Kode yang sering muncul adalah kode untuk bahan pewarna dan kode E yang merupakan kode untuk bahan tambahan atau food additives. Tidak semua bahan dengan kode E perlu dicurigai kehalalannya. Beberapa contoh kode E yang perlu diperhatikan karena mungkin berasal dari hewan adalah E422 (gliserol/gliserin), E430-E463 (asam lemak dan turunannya) dan E470-E495 (garam atau ester asam lemak). Sedangkan E334 adalah kode untuk L-(+)-tartaric acid yang merupakan hasil samping industri wine.

Untuk dapat mengetahui produk dan bahan-bahan mana yang perlu dikritisi, konsumen dituntut untuk terus menerus menambah pengetahuannya. Dengan demikian akan terbangun konsumen yang pintar dan kritis, sehingga mendorong produsen untuk lebih bertanggung jawab dalam berproduksi. Walhasil, pameo ‘konsumen adalah raja’ dapat tetap dipertahankan.

Label Halal

Cara yang paling mudah dilakukan untuk memlih produk halal adalah dengan melihat ada tidaknya label atau logo halal pada kemasannya. Produsen yang akan mencantumkan label halal harus memiliki sertifikat halal lebih dahulu. Tanpa sertifikat halal MUI, ijin pencatuman label halal tidak akan diberikan pemerintah. Sampai saat ini memang belum ada aturan yang menetapkan bentuk logo halal yang khas, sehingga pada umumnya produsen mencetak tulisan halal dalam huruf latin dan/arab dengan bentuk dan warna yang beragam. Akan tetapi beberapa produsen sudah membuat logo halal dengan bentuk logo MUI dengan mencantumkan nomor sertifikat halal yang dimilikinya. Hal ini dirasakan lebih aman untuk produsen karena masih cukup banyak produk yang beredar di pasaran yang mencantumkan label halal tanpa memiliki sertifikat halal MUI. (Ma-Jurnal Halal)
Terakhir Diupdate ( Kamis, 08 April 2010 14:43 ) 

Sumber :
http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=article&id=382%3Ateliti-sebelum-membeli&catid=93%3Ahalal-article&Itemid=428&lang=in

Obat-obatan Bermasalah



Dunia obat-obatan berkembang sedemikian pesat, mengikuti kualitas dan kuantitas penyakit yang tak kalah cepatnya berkembang. Aspek kehalalan kembali menjadi korban penelitian yang telah memanfaatkan apa saja, asalkan bisa memberikan kesembuhan. Termasuk penggunaan bahan dari babi, organ manusia dan bahan haram lainnya.

Jurnal halal mencoba menelusuri jejak kehalalan dan keharaman obat-obatan tersebut. Banyak kesulitan dan hambatan yang ditemui, terutama berkaitan dengan minimnya informasi yang bisa diakses masyarakat umum.

Berikut beberapa temuan di dunia obat yang mencakup penggunaan bahan tambahan dari babi, bahan penolong dari babi, embrio dan organ manusia serta alkohol

1.    Insulin
Merupakan hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes memerlukan hormon insulin dari luar guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya menjadi normal kembali. Insulin ini dimasukkan dengan cara penyuntikan atau injeksi. Menurut Prof. Dr. Sugijanto dari Universitas Airlangga, sumber insulin ini bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan insulin manusia adalah dari babi
Insulin manusia     : C256H381N65O76S6MW = 5807,7
Insulin babi            : C257H383N65O77S6MW = 5777,6
                              (hanya 1 asam amino berbeda)
Insulin sapi            : C254H377N65O75S6MW = 5733,6
                              (ada 3 asam amino berbeda)

Di pasaran ada beberapa produsen yang mengeluarkan produk ini. Salah satu yang cukup terkenal adalah Mixtrad yang diproduksi Novonordisk. Ada banyak tipe mixtrad yang diproduksi, masing-masing dengan kode produk yang berbeda. Di dalamnya ada yang berasal dari manusia dengan perbanyakan melalui DNA recombinant dan proses mikroba serta berasal dari hewan (babi). Namun informasi mengenai kehalalannya sangat minim, sehingga dokterpun tidak mengetahui apakah bersumber dari babi atau bukan. Masalahnya, insulin dari DNA recombinant ini harganya lebih mahal dibandingkan yang berasal dari hewan.

Data dari International Diabetes Federation menyebutkan bahwa pada tahun 2003 insulin yang berasal dari manusia sebanyak 70%, disusul insulin babi sebanyak 17%, insulin sapi 8% dan sisanya 5% merupakan campuran antara babi dan sapi.

2.    Heparin
Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak digunakan bagi penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah. Ketika terjadi penyumbatan yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak,  maka pasien akan mengalami stroke.

Obat jenis ini juga banyak di pasaran, hampir semuanya impor. Salah satu yang berhasil ditemukan adalah Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities, Maisons-Alfort, Perancis dan diimport oleh PT. Aventis Pharma, Jakarta. Kandungan obat tersebut adalah heparin sodium yang bersumber dari babi. Hal ini diperkuat dengan registrasi Badan POM dengan nomor DKI0185600143Al dan di dalam labelnya berisi keterangan ‘Bersumber Babi’.

Sayangnya tulisan itu sangat kecil dan berada di kemasan, bukan pada jarum suntik. Sehingga ketika kemasan itu dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan mengenalnya lagi.

3.    Kapsul
Sebenarnya cangkang kapsul merupakan bahan penolong yang digunakan untuk membungkus sediaan obat. Namun cangkang ini ikut ditelan dan masuk ke dalam tubuh kita. Bahan pembuat cangkang kapsul adalah gelatin. Gelatin ini bersumber dari tulang atau kulit hewan, bisa dari sapi, ikan atau babi.

Sebenarnya Badan POM telah menegaskan bahwa gelatin yang masuk ke Indonesia hanya yang berasal dari sapi. Masalahnya, gelatin sapi ini tidak lantas halal begitu saja. Perlu dikaji apakah sapi tersebut disembelih secara Islam ataukah tidak. Masalah inilah yang sampai saat ini masih sulit dipecahkan.

Selain itu ada pil obat yang diimpor sudah dalam bentuk kapsul. Misalnya untuk beberapa obat dan multivitamin, yang kebanyakan dibungkus dalam kapsul lunak (soft capsule). Kapsul lunak ini banyak yang dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari data yang kami dapat, banyak obt-obatan impor yang berbentuk kapsul, baik keras maupun lunak. Misalnya saja Yunnan Baiyo yang diproduksi oleh Yunnan Baiyao Group Co. Ltd., Cina dan diimpor oleh PT. Saras Subur Ayoe. Selain itu juga multivitamin, vitamin A dosis tinggi dan vitamin E yang dikemas dalam kapsul lunak.

4.    Alkohol
Alkohol banyak digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan bahan-bahan aktif. Obat batuk merupkan salah satu yang banyak menggunakan alkohol. Barang ini sering dikonotasikan dengan minuman keras yang diharamkan dalam Islam. Oleh karena itu penggunaannya dalam obat batuk masih mengundang kontroversi di tengah masyarakat.

Sumber :
http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=article&id=372%3Aobat-obatan-bermasalah&catid=93%3Ahalal-article&Itemid=428&lang=in

Milad LPPOM MUI Ke-23: Sertifikasi Halal Indonesia Telah Diakui Dunia

JAKARTA (vOa-Islam) – Sebanyak 24 pimpinan lembaga sertifikasi halal internasional dari 14 negara mengikuti pertemuan tahunan (annual general meeting) Dewan Pangan Halal Dunia atau World Halal Food Council (WHFC), yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia , Budiono, di Jakarta,  Senin (16/1) kemarin.

Delegasi yang datang antara lain dari Amerika Serikat, Belgia, New Zealand, Australia, Brazil, Swiss, Jerman, Belanda, Polandia, Italia, Spanyol, Malaysia, Singapura, Philipina, Turki serta Taiwan.

WHFC merupakan perhimpunan lembaga-lembaga sertifikasi halal di seluruh dunua, yang dibentuk di Jakarta pada 1999 dengan tujuan membangun visi bersama dalam menerapkan standar sertifikasi halal. Selama dua periode berturut-turut kepemimpinan WHFC dipegang oleh Indonesia, yakni Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra dan kini dijabat oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan & Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Lukmanul Hakim, MSi.

Selama masa kurun waktu tersebut, pera dan kontribusi LPPOM MUI di dunia Internasional semakin diakui, dimana standar sertifikasi halal yang dirancang oleh LPPOM MUI telah diakui dan diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal dunia yang tergabung dalam WHFC.

WHFC annual meeting tersebut dimaksudkan untuk menyamakan sudut pandang halal, baik dengan pendekatan syariah maupun teknologi. Harmonisasi standar telah dilakukan baik pada lingkup regional (ASEAN) maupun internasional. Dari pertemuan tersebut diharapkan dicapai kesepakatan diantara anggota WHFC mengenai penyamaan standar, sehingga di masa yang akan datang standar kehalalan terhadap suatu produk bisa bersifat global dan universal.

Direktur LPPOM MUI yang juga menjabat sebagai Presiden WHFC, Ir. Lukmanul Hakim menyerahkan buku Persyaratan Sertifikasi Halal (Requirement of Halal Certification) kepada Wapres, untuk kemudian diluncurkan secara resmi dan akan dijadikan sebagai pegangan bagi pihak yang terlibat dalam proses Sertifikasi Halal, baik dari instansi pemerintahan, pelaku usaha dan juga konsumen. BUku ini terdiri dari 13 seri turunan. “Harapan kami dengan peluncuran buku imi dharapkan sistem sertifikasi akan menjadi transparan da bertanggungjawab,” kata Lukmanul Hakim.

Buku Halal Requirement yang disusun LPPOM MUI diharapkan pula menjadi rujukan internasional dan diadopsi sebagai standar internasional. Sebelum mengikuti pembukaan pertemuan tahunan WHFC, para delegasi melakukan kunjungan ke Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menyaksikan peresmian kantor pusat WHFC yang berlokasi di gedung MUI, Jakarta.

Dalam rangka memperingati Milad LPPOM MUI ke 23, juga digelar workshop internasional tentang halal, dengan tema ”Indonesia’s Role For Strengthening Global Halal” dengan menghadirkan pembicara, antara lain: DR. Ir. Suswono (Menteri Pertanian RI), , Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi MS (Wakil Menteri Perdagangan RI), H. Amidan Shaberah (Ketua MUI), serta perwakilan lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri. (Desastian)

Sumber :
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/01/17/17432/milad-lppom-mui-ke23-sertifikasi-halal-indonesia-telah-diakui-dunia

Bahan Haram dalam Obat

Jumat, 01 Januari 2010 17:57 admin 
Obat adalah produk farmasi yang terdiri dari bahan aktif dan bahan farmaseutik (bahan pembantu eksipien). Jadi dalam satu obat bisa terbuat lebih dari 2 sampai 3 bahan.
Perkembangan teknologi proses pembuatan obat kini semakin maju dan membuat kita sebagai konsumen tidak menyadari akan kandungan bahan obat yang ada dipasaran.

Sumber bahan aktif obat dan bahan farmaseutik bermacam-macam. Bisa berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba, bahan sintetik kimia, bahkan dari virus yang dilemahkan atau bahan yang berasal dari manusia.
Baik bahan aktif maupun bahan farmaseutik memiliki titik kritis kehalalan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi proses pembuatan dan produksi obat yang semakin maju. Selain itu adanya juga kecenderungan khasiat yang diklaim sang produsen, obat hanya akan efektif jika menggunakan bahan tertentu saja.

Perhatikan Bahan Aktif Obat

Titik kritis bahan aktif obat bisa dimulai dari asal muasal bahan aktif tersebut. Contoh bahan aktif obat yang berasal dari hewan adalah protein, asam amino, vitamin, mineral, enzim, asam lemak dan turunannya, khondroitin, darah, serum, plasma, hormon hingga karbon aktif. Jika berasal dari hewan, maka hewannya harus hewan halal bukan hewan haram. Sebab bisa saja sebagian bahan seperti protein, karbon aktif, khondroitin, asam lemak, dan mineral berasal dari babi, seperti tulang, kulit, lemak hingga jeroannya. Jika berasal dari hewan halal maka proses penyembelihannya pun harus sesuai dengan syariat Islam.Bagaimana dengan bahan aktif yang berasal dari mikroba. Bahan aktif obat yang berasal dari mikroba tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan langsung oleh produsen. Untuk mendapatkan bahan aktif dari mikroba tersebut diperlukan tahapan proses fermentasi. Pada proses tersebut diperlukan bahan-bahan media. Contohnya adalah pada pembuatan vaksin. Media pembiakan inilah yang mesti dikritisi, sebab sering menggunakan bahan media yang berasal dari protein hewan, bisa dari babi maupun hewan lainnya. Belum lagi penggunaan bahan pasca fermentasi seperti karbon aktif, yang diketahui bisa berasal dari tulang hewan.

Bahan aktif lain yang marak digunakan dalam industry obat-obatan adalah bahan aktif yang berasal dari manusia. Seperti keratin rambut manusia untuk pembentukan sistein. Maupun placenta manusia untuk obat-obatan, seperti obat luka bakar dan yang lainnya. Beberapa metode kedokteran bahkan menggunakan ari-ari atau placenta ini untuk obat leukemia, kanker, kelainan darah, stroke, liver hingga diabetes dan jantung.

Placenta itu adalah ari-ari, yang sangat berguna pada bayi saat berada di dalam rahim ibu. Pasalnya, melalui organ ini janin memperoleh zat makanan dan kebutuhan hidup yang lainnya. Lantas bagaimana dengan bahan aktif yang berasal dari tumbuhan dan sintetik kimia. Jangan senang dulu, bahan aktif ini bisa saja bersinggungan atau terkontaminasi dengan bahan farmaseutik (penolong) yang mesti dipertanyakan juga asal-usulnya. Contohnya penggunaan alkohol untuk mengisolasi bahan aktif dari tumbuhan tersebut seperti alkaloid, glikosida dan bahan lainnya. Bahan yang berasal dari tumbuhan ini bisa juga melalui proses fermentasi yang menghasilkan alkohol, seperti sari mengkudu dan yang lainnya.

Sama halnya dengan bahan aktif yang berasal dari tumbuhan, bahan sintetik juga mesti diperhatikan bahan campurannya. Bisa saja bahan penolong, dan campurannya bercampur atau terkontaminasi bahan yang tidak jelas kehalalannya.

Waspadai Bahan Tambahan Pembuatan Obat

Banyak obat menggunakan bahan farmaseutik sebagai bahan tambahan agar khasiat obat bisa diserap oleh tubuh. Namun sayang tidak semua bahan farmaseutik itu jelas status kehalalannya. Bahan farmaseutik terdiri dari 28 macam bahan, seperti yang tercantum di dalam tabel di bawah ini.

  • Bahan Pengasam
  • Bahan pembasah
  • Bahan penjerap
  • Bahan aerosol
  • Bahan pengawet
  • Antioksidan
  • Bahan pendapar
  • Bahan Pengkhelat
  • Bahan pengemulsi
  • Bahan pewarna
  • Bahan perisa
  • Bahan pelembab
  • Bahan pelembut
  • Bahan dasar salep
  • Bahan pengeras
  • Bahan pemanis
  • Bahan pensuspensi
  • Bahan penghancur tablet
  • Bahan pengisi tablet
  • Bahan penyalut
  • Bahan pelincir tablet
  • Bahan perekat tablet
  • Bahan pelumas
  • Bahan pengkilap
  • Bahan pengisotonis larutan
  • Pelarut/pembawa
  • Bahan enkapsulasi
  • Pengganti udara

Dari ke 28 jenis bahan farmaseutik tersebut terdapat beberapa bahan yang memiliki titik kritis kehalalan. Yakni bahan pengemulsi, bahan pewarna, bahan perisa, bahan pengisi tablet, bahan pengkilap, bahan pemanis, bahan pelarut dan bahan enkapsulasi.

Bahan tersebut memiliki titik kritis kehalalannya sebab bisa saja berasal dari bahan haram dan najis seperti babi, alcohol, organ manusia maupun bahan hewani lain yang tidak jelas asal-usul maupun proses penyembelihannya.

Selain yang disebutkan di atas, kita juga mesti mengkritisi kehalalan obat dalam dari bentuk sediannya obatnya. Contohnya adalah obat berbentuk tablet. Bahan yang mesti diwaspadai dalam proses pembuatan obat berbentuk tablet sering digunakan bahan magnesium stearat, monogliserida  yang berasal dari turunan lemak. Demikian juga dengan obat berbentuk serbuk dan kaplet, penggunaan laktosa dalam proses produksi obat serbuk adalah yang mesti diperhatikan, dimana enzim hewani bisa saja berperan dalam pembuatan laktosa ini. Termasuk juga penggunaan bahan pewarna.

Cangkang kapsul pun mesti diperhatikan, sebab sebagian besar bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kapsul mempergunakan gelatin. Seperti diketahui, bahwa gelatin bisa berasal dari tulang maupun kulit hewan, seperti babi, sapi maupun ikan.

Tidak berhenti sampai di sini saja, obat berbentuk cair atau liquid juga mesti diperhatikan. Terutama penggunaan etanol atau alkohol dan flavor (perasa) yang digunakan. Sebab bisa saja flavor tersebut terbuat dari bahan penyusun (ingredient) dan pelarut yang tidak jelas kehalalannya.

Obat berbentuk pil  dan injeksi (suntik) juga sama, bahan penyusun obat seperti gliserin yang bisa saja berasal dari turunan lemak juga mesti diperhatikan. Termasuk juga penggunaan bahan gelatin yang banyak digunakan. Demikian halnya penggunaan protein darah manusia dalam obat injeksi. Etanol dan gliserin pun dapat digunakan dalam obat-berbentuk suntik tersebut. Contoh lain adalah Insulin yang bisa berasal dari pankreas babi, atau lovenox (obat injeksi anti penggumpalan darah) yang juga bisa berasal dari babi.

Oleh karena itu, kita sebagai konsumen mesti juga cermat dalam memilih obat-obatan. Sebab bukan hanya ingin mendapatkan kesembuhan semata, namun juga ridha dari Allah SWT. Bertanya dan mencari tahu bisa menjadi salah satu cara untuk menghindari kita dari obat-obatan yang tidak jelas kehalalannya. APR & Ah (jurnal halal)
Terakhir Diupdate ( Sabtu, 09 Januari 2010 15:42 )

Sumber :
http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=article&id=317%3Abahan-haram-dalam-obat&catid=93%3Ahalal-article&Itemid=428&lang=in

Waspadalah, Zat Haram Menyelinap dalam Obat

Minggu, 11 April 2010, 03:36 WIB
Waspadalah,  Zat Haram Menyelinap dalam Obat

Berita Terkait
Sebuah fakta mengejutkan dikemukakan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPOM-MUI), awal April lalu. Lembaga itu mengumumkan hanya sebagian kecil obat yang selama ini beredar di Tanah Air yang mengantongi sertifikat halal. Kalau pun ada yang sudah bersertifikat halal, itu lebih banyak berupa obat-obat tradisional.

Kondisi itu tentu saja sangat memprihatinkan. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim patut khawatir bahwa obat-obatan yang mereka konsumsi sebagai salah satu alat penyembuh berbagai penyakit, ternyata masih diragukan kehalalannya.

LPPOM MUI pun bertekad membangkitkan kepedulian para produsen obat untuk mengikuti proses sertifikasi halal. Selain itu, umat juga didorong untuk lebih peduli dengan kehalalan dari obat yang dikonsumsinya. Betapa tidak. Ajaran Islam sangat memerhatikan aspek kesehatan. Umat diminta melindungi diri dari serangan beragam jenis penyakit, antara lain dengan membuat obat-obatan.

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit, maka, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram." Uraian hadis tersebut secara terang benderang menekankan pentingnya berobat jika suatu saat terkena penyakit, akan tetapi harus dengan obat yang terjamin kehalalannya.

Akan tetapi, menurut Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, penelusuran kehalalan bahan penyusun produk, termasuk obat, menjadi sulit. Terlebih lagi, perspektif di kalangan produsen dalam menghasilkan obat-obatan yang halal, sangatlah langka. "Hal ini antara lain disebabkan hampir tidak adanya tuntutan dari konsumen kepada produsen obat untuk membuat obat halal," papar Lukman.

Mengenai proses produksi, dalam dunia industri farmasi, terdapat dua tahap, yakni industri hulu dan hilir. Industri hulu akan memproduksi bahan-bahan komponen obat atau additive (bahan tambahan).

Misalnya cangkang kapsul, pewarna obat, pemanis dan pengemulsi. Adapun industri hilir yakni industri yang mengemas bahan-bahan baku dan additive tadi hingga menjadi produk obat untuk dijual di pasaran. Nah, untuk memperoleh sertifikasi halal, maka mulai dari industri hulu sampai hilir, harus terjaga kehalalannya. Semua bahan harus memenuhi persyaratan halal.

LPPOM MUI kemudian menjelaskan titik kritis obat. Antara lain gelatin yang kemungkinan bisa terbuat dari hewan haram (babi) dan banyak digunakan sebagai bahan baku cangkang kapsul atau penyalut obat tablet. Selain itu ada pula alkohol untuk pelarut obat batuk.

Di samping itu, pada pembuatan berbagai jenis vaksin, dimungkinkan penggunaan ginjal kera, sel kanker manusia, serum dari sapi serta bahan enzim. Ada pula janin manusia yang sengaja diaborsi untuk membuat vaksin cacar air, hepatitis A, dan MMR serta MRC 5 dan WI 38. Campuran bahan hewani pada jamu seperti jeroan ayam atau empedu kambing yang tidak disembelih secara Islami, berpotensi dijadikan bahan baku obat obatan. Juga dari isi obat yang terdiri dari laktosa, gelatin, pun bahan yang mengandung asam lemak semisal stereat, oleat, palmitat yang berasal dari hewan non-halal.

Sebenarnya, pelarangan mengonsumsi produk yang tidak halal sudah ditegaskan melalui Fatwa MUI. Musyawarah Nasional II, 26 Mei 1 Juni 1980 serta Sidang pada 1 Juni 1980 yang dipimpin Ketua MUI Prof Dr Hamka, menetapkan fatwa, pertama, setiap makanan, minuman dan obat yang jelas bercampur dengan bahan haram/najis, maka hukumnya haram. Kedua, setiap makanan, minuman dan obat yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaknya ditinggalkan.

Demikian pula dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI nomor HK 00.05.1.23.3516 tanggal 31 Agustus 2009, telah mengatur izin edar produk obat, obat tradisional, kosmetik, suple men makanan dan makanan yang bersumber, mengandung, dari bahan tertentu dan atau mengan dung alkohol. Terkait hal tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Maulana Hasanuddin, menga takan, MUI hendak mengingatkan kembali agar umat hanya mengonsumsi obat yang halal. "Kita juga meminta supaya para dokter membuat resep obat yang halal," tutur Kiai Hasanudin dalam laman Jurnal Halal.

Bagaimana dengan pendapat bahwa pengguna an obat berbahan haram dibolehkan karena kedaruratan? LPPOM MUI berpendapat, berdasarkan realitas dan keputusan dari dokter terpercaya, maka sesungguhnya tidak ada yang namanya darurat secara medis.

Seperti pada hadis sahih Muslim dari Thariq bin Suwaid al Ja'fi, diriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang khamr. Maka Rasulullah melarangnya atau tidak senang ia membuat minuman itu. Ia berkilah bahwa ia membuatnya untuk dijadikan obat. Rasulullah pun menanggapi, "Khamr itu bukan obat, melainkan penyakit."

Dalam kondisi belum banyaknya obat bersertifikasi halal, auditor LPPOM MUI, Chilwan Pandji mengatakan, terdapat jenis obat yang bisa dikonsumsi lantaran peluang memakai bahan haram lebih rendah, yakni obat generik.

Menurutnya, jenis obat ini kendati bahan pengisinya berasal dari luar negeri, tapi dikemas di dalam negeri. Selain itu, obat generik berharga murah, dan dari segi kehalalan kecil peluangnya memakai bahan haram. "Kalaupun jenisnya kapsul, itu cenderung berasal dari produsen cangkang kapsul yang telah bersertifikasi halal."

Redaktur: irf
Reporter: Yusuf Assidiq
Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/10/04/11/110520-waspadalah-zat-haram-menyelinap-dalam-obat