Oleh :
Nanung Danar Dono
PhD student at the College of Medical, Veterinary and Life
Sciences
University of Glasgow, Scotland, UK
Industri pangan telah berkembang dengan sangat pesat. Saat
ini makanan tidak lagi hanya sekedar direbus, dikukus, dan digoreng saja, namun
juga diolah dengan berbagai bahan baku (ingredients) yang beraneka ragam. Untuk
meningkatkan kualitas, penampilan, masa simpan, rasa, serta aroma, para
praktisi pengolahan produk pangan menggunakan bahan baku (utama) dan bahan
tambahan pangan (BTP), seperti : penyedap, pemanis, pengemulsi, pengembang,
pewarna, pelapis, pelembut, pencegah penggumpalan (anti-caking agent), dll.
Ingredient yang ditambahkan terkadang tidak hanya satu
macam, namun kombinasi dari berbagai bahan. Sebagai konsumen Muslim, sudah
selayaknya kita memahami status kehalalan ingredien yang dipakai dalam membuat
beraneka produk makanan dan minuman.
Untuk lebih amannya, sebaiknya kita hanya menggunakan
bahan-bahan yang telah jelas status kehalalannya. Alhamdulillah, saat ini di
tanah air telah ada banyak produk yang memiliki sertifikat halal. Daftar produk
halal yang telah diperiksa LPPOM – Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat dilihat
di internet.
BAHAN BAKU UTAMA :
1. Tepung terigu
Tepung terigu adalah bahan baku utama yang dipakai dalam
pembuatan berbagai produk makanan, seperti : rerotian (bakery), mie (noodle),
spaghetti, piza, dll. Tepung terigu kaya akan kandungan karbohidrat, namun
sangat sedikit kandungan vitamin dan mineralnya. Untuk memperkaya kandungan
nutriennya, beberapa bahan tambahan pangan sering ditambahkan sebagai
fortifikan tepung terigu.
Keputusan Menteri Kesehatan Rep. Indonesia No.
962/Menkes/SK/VII/2003 tentang Fortifikasi Tepung Terigu menyebutkan bahwa terigu
yang diproduksi, diimpor atau diedarkan di Indonesia harus mengandung
fortifikan, yang meliputi: zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2,
serta asam folat.
Dari sisi kehalalannya, tepung terigu relatif tidak ada
masalah. Akan tetapi, berbagai bahan dan improving agents yang
ditambahkan rentan terhadap berbagai pencemaran bahan haram. Sebagai contoh,
vitamin B1 (thiamine), vitamin B2 (riboflavin), dan asam folat (folic acid)
yang bersumber dari tanaman halal dikonsumsi. Vitamin-vitamin tersebut berubah
status menjadi tidak halal manakala diproduksi secara mikrobiologis menggunakan
media yang tidak halal.
Contoh fortifikan lain yang berstatus syubhat adalah asam
amino L-sistein (L-cysteine hydrochloride). Bahan ini sering dipakai
untuk melunakkan gluten gandum, sehingga dihasilkan produk tepung terigu yang
lembut (halus) dan volumenya lebih besar. Ada 3 macam sumber L-sistein, yaitu:
dari hasil ektraksi rambut manusia, ekstraksi bulu binatang, dan dari produk
mikrobial.
Fatwa ulama menyebutkan bahwa L-sistein yang diekstraksi
dari rambut manusia hukumnya haram. Selanjutnya, L-sistein yang diekstraksi
dari bulu unggas dan produk mikrobial lainnya hukumnya syubhat. L-sistein yang
diperoleh dari bulu unggas, seperti : bulu bebek (duck feather) dan bulu ayam (chicken
feather) hukumnya haram jika diekstraksi dari bulu unggas yang tidak disembelih
secara syar’i. L-sistein yang dihasilkan dari reaksi mikrobial juga berstatus
haram jika mikrobianya ditumbuhkan pada media yang tidak halal.
2. Mentega
Mentega adalah produk olahan pangan yang dibuat dari bahan
dasar krim susu. Bahan ini banyak dipakai untuk olesan roti dan biskuit,
sebagai perantara lemak di beberapa produk roti dan masakan, serta
kadang-kadang dipakai untuk menggoreng. Oleh karena merupakan produk olahan
susu, maka mentega mengandung lemak dan kholesterol yang cukup tinggi.
Pada dasarnya, mentega adalah produk emulsi air dalam minyak
yang diperkaya dengan berbagai bahan tambahan, seperti : flavor dan pewarna.
Agar adonan mentega (terutama air dan minyak/lemaknya) dapat bercampur dengan
baik (merata/homogen), maka dalam pembuatannya, mentega ditambahi dengan bahan
pengemulsi (emulsifier). Bahan pengemulsi yang sering dipakai adalah senyawa
mono- atau di-gliserida yang dihidrolisis dari senyawa lemak. Oleh karena
berasal dari lemak, maka bisa saja berasal dari lemak nabati maupun lemak
hewani. Apabila berasal dari lemak hewani, maka dapat saja berasal dari
lemak babi atau lemak hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
Emulsifier yang diproduksi dari lemak nabati dapat pula
tercemar bahan haram. Pada saat hidrolisis lemak menjadi senyawa gliserida
dapat saja digunakan enzim lipase yang diambil dari hewan haram, seperti : porcine
pancreatic lipase, yaitu enzim pencerna/penghidrolisis lemak yang dihasilkan
oleh pankreas babi.
3. Margarin
Margarin berbeda dengan mentega. Apabila mentega dibuat dari
bahan dasar susu, maka margarin dibuat dari bahan dasar lemak tumbuhan, seperti
: lemak dari minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.
Dalam proses pembuatan margarin (skala industri) seringkali
ditambahkan bahan pengemulsi, bahan penstabil (stabilizer), bahan pewarna,
serta penambah aroma (flavor). Apabila bahan-bahan yang dipakai tersebut
berasal dari bahan halal tentu tidak tidak masalah. Namun apabila berasal dari
produk hewani, maka harus dipastikan dari hewan halal atau hewan haram.
Salah satu bahan pengemulsi yang sering dipakai adalah
lesitin. Apabila menggunakan lesitin kedelai (soy lechitin) maka tentu tidak
masalah. Namun apabila menggunakan lesitin babi, maka tentu membuat produk
makanan tersebut menjadi haram.
4. Keju
Keju adalah salah satu jenis makanan olahan favorit yang
berasal dari susu hewan, seperti: susu sapi, kambing, domba, dan unta. Meskipun
berasal dari susu, namun dalam proses pembuatannya ditambahkan berbagai bahan
yang dapat membuat produk olahan susu ini menjadi tidak halal.
Keju dibuat melalui berbagai tahapan proses, yang dimulai
dari proses penambahan bakteri starter, penambahan enzim penggumpal protein,
pembentukan curd, pencetakan dan pengepresan, penambahan garam, serta
penyimpanan (pematangan).
Enzim pencerna protein (protease) penting dipakai untuk
menggumpalkan keju dan memisahkannya dari whey. Enzim yang dipakai dalam
pembuatan keju beraneka ragam, seperti: enzim rennet, pepsin, renin (chemosin),
renilase, dll.
Enzim rennet yang dipakai bisa saja berasal dari hasil
fermentasi (microbial rennet) maupun dari lambung hewan, seperti lambung anak
sapi maupun lambung babi. Jika berasal dari fermentasi mikroba (bakteri, kapang,
khamir), maka harus dipastikan bahwa media yang dipakai untuk pertumbuhan
mikroorganismenya bukan media yang diharamkan. Jika berasal dari hewan, maka
harus dipastikan status kehalalan hewannya. Enzim rennet yang diambil dari
lambung anak babi sudah tentu statusnya haram. Hati-hati dengan keju edam,
karena masih banyak produsen edam yang menggunakan rennet babi. Sebaliknya,
enzim rennet berstatus halal jika berasal dari hewan halal yang disembelih
secara halal.
Enzim yang lain, seperti enzim renin (chemosin) umumnya
berasal dari abomasum anak sapi, sedangkan enzim renilasi umumnya berasal dari
jamur Mucor miehei dan M. pussilus.
Selanjutnya, starter yang dipakai dalam pembuatan
keju umumnya berasal dari mikroba (seperti bakteri asam laktat). Media yang
dipakai untuk menumbuhkan bakteri bisa berasal dari media halal maupun media
haram. Para ulama pengikut Madzhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa apabila media
pertumbuhannya tidak halal, maka produk akhirnya menjadi tidak halal pula.
5. Lemak
Lemak ditambahkan dalam produk untuk membuat agar produk
tersebut menjadi lebih lembut, lebih renyah, lebih legit, dll. Lemak juga
dipakai untuk mengikat berbagai nutrien tertentu, seperti vitamin, dll. Lemak
juga dipakai agar produk rerotian memiliki aroma yang lebih sedap.
Lemak yang ditambahkan pada berbagai produk pangan dapat
berasal dari lemak tanaman maupun lemak hewan. Apabila tidak mendapatkan
tambahan senyawa apapun, maka lemak tanaman (nabati) hukumnya halal dikonsumsi.
Lemak hewan umumnya diperoleh dari lemak sapi (tallow), lemak babi (lard),
maupun lemak susu (cream). Lemak yang berasal dari babi dan lemak hewan halal
yang tidak disembelih secara syar’i hukumnya haram.
6. Cokelat
Cokelat snack maupun cokelat batangan (untuk indutri
makanan) dibuat dari biji buah cokelat pilihan. Agar awet dan bisa diolah lebih
lanjut, maka dalam proses pembuatan cokelat seringkali ditambahkan bahan
pengemulsi. Bahan pengemulsi ini dapat berasal dari bahan nabati (kedelai,
bunga matahari, jagung, dll.) maupun dari bahan hewani. Lesitin hewani umumnya
dibuat secara enzimatis menggunakan enzim Phospholipase A2. Apabila enzim
yang dipakai diambil dari pankreas babi, maka tentu status enzim ini adalah
haram.
Titik kritis lain pada produk cokelat adalah penambahan
khamr, seperti: alkohol, ethanol(ethyl alcohol), wine, brandy, whiskey, spirits,
dll. Berbagai cairan beralkohol ini ditambahkan untuk membuat adonan tercampur
dengan baik serta memberi flavor tertentu. Oleh karena khamr diharamkan, maka
penggunaan khamr pada produk cokelat diharamkan.
7. Gula pasir
Gula pasir dibuat dari nira yang dapat berasal dari
berbagai, seperti : tebu, kelapa, siwalan, lontar, aren, dan sawit. Oleh karena
berasal dari tanaman, sudah barang tentu bahan baku utama gula pasir tersebut
halal. Proses pembuatan gula pasir terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari
proses ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi, hingga pengeringan.
Dalam tahapan-tahapan proses ini bisa jadi bahan haram masuk dan mencemari gula
pasir.
Sebagai contoh, apabila melibatkan proses rafinasi
(pemurnian), maka karbon aktif yang dipakai harus dipastikan status
kehalalannya. Apabila karbon aktif ini berasal dari hasil tambang atau dari
arang kayu, maka tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan
arang tulang, maka haruslah dipastikan status kehalalan asal hewannya. Arang
aktif haram dipakai jika berasal dari tulang hewan haram atau tulang hewan
halal yang tidak disembelih secara syar’i.
Selanjutnya, bahan lain yang ditambahkan pada proses
hidrolisis juga harus dicermati. Apabila menggunakan bahan sintetis kimia tentu
tidak masalah. Namun apabila menggunakan produk mikrobial, maka harus
dipastikan bahwa media yang dipakai untuk mengkulturkannya adalah media yang
halal.
8. Kecap
Kecap diperoleh dari hasil fermentasi kedelai (kedelai putih
atau hitam) yang ditambahi dengan berbagai bahan, seperti : ragi (jamur tempe),
daun salam, sereh, daun jeruk, laos, bunga pekak, gula merah, garam dapur dan
air. Proses pembuatan kecap didahului dengan pencucian dan perendaman kedelai,
yang dilanjutkan dengan proses perebusan, fermentasi, pemasakan, penyaringan,
dan diakhiri dengan proses pengemasan. Kecap yang diproses dengan metode
standar tersebut di atas hukumnya halal.
Status kehalalan kecap menjadi samar-samar (syubhat)
manakala ditambahkan penyedap rasa (MSG) dan spirit/wine vinegar. MSG halal
jika media yang dipakai untuk fermentasi bakteri adalah media yang halal.
9. Cuka
Cuka (vinegar) berasal dari bahan kaya gula, seperti:
anggur, apel, nira kelapa, dan malt. Ada beberapa macam cuka di pasaran,
seperti: cuka pada umumnya (table vinegar) dan cuka buah (cuka apel).
Proses pembuatan cuka melibatkan 2 tahapan fermentasi.
Tahapan pertama adalah proses pengubahan gula yang ada pada bahan menjadi
ethanol dengan menggunakan jamurSaccharomyces sp., yaitu :
C6H12O6
------------------> 2C2H5OH
+ 2CO2
Karbohidrat
(gula) Ethyl
alcohol (ethanol) Karbondioksida
Tahapan kedua adalah proses pengubahan ethanol menjadi asam
cuka (asam asetat) dengan menggunakan acetobacter Bacterium aceti menjadi
asam cuka, yaitu :
2C2H5OH + 2O2
-----------------> 2CH3COOH + 2H2O
Ethanol
Oksigen
Asam asetat Air
Pada dasarnya, cuka halal dikonsumsi. Namun cuka yang dibuat
dari khamr, seperti : wine vinegar, rice vinegar, spirits vinegar, cider
vinegar, sherry vinegar, dan balsamic vinegar hukumnya haram dikonsumsi. Cider
(apple cider, pear cider, dll) adalah sejenis minuman yang mengandung alkohol
setidaknya 5,5%. Balsamic vinegar adalah Italian vinegar yang dibuat dengan
tambahan wine (khamr).
Dalil pengharaman cuka yang dibuat dari khamr adalah
hadits-hadits berikut :
Anas ra. berkata : Rasulullah ditanya tentang khamr apakah
boleh dibuat menjadi cuka, beliau (Nabi SAW) menjawab: “Tidak!” (HR. Muslim).
Hadits serupa dengan redaksi lebih lengkap diriwayatkan oleh
Imam Abu Dawud :
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Abu Thalhah bertanya
kepada Nabi SAW ttg anak yatim yang mendapatkan warisan khamr. Kemudian Nabi
SAW. bersabda : “Tumpahkanlah khamr tsb!” Abu Thalhah bertanya lebih lanjut : “Apakah
aku tidak boleh menjadikannya cuka?” Beliau menjawab : “Tidak!” (HR. Abu
Dawud).
10. Krimer
Creamer dibuat dari susu. Titik kritisnya terdapat pada
bahan enzim yang dipakai untuk memisahkan keju dan whey. Apabila menggunakan
enzim haram, maka status creameryang bersangkutan haram.
11. Mayonais
Mayonais atau mayones (mayonnaise) adalah salah satu jenis
saus yang dibuat dari bahan utama minyak nabati dan kuning telur ayam yang
ditambahi sedikit garam dapur, minyak, cuka, dan mustard. Untuk meningkatkan
cita rasa, ada pula mayonais yang menggunakan tambahan sari buah lemon, bawang
putih, bawang bombay, acar, saus tomat, yoghurt, dll. Mayonais sering dipakai
pada produk rerotian, seperti : sandwich, burger, dll.
Status kehalalan mayonais tergantung oleh status kehalalan
bahan-bahan yang ditambahkan. Kuning telur, garam, cuka, bawang, acar, dan
(biji) mustard secara umum halal. Namun, minyak, saus tomat, dan vinegar harus
dipastikan kehalalannya karena bisa saja tercemar bahan haram.
12. Vitamin
Vitamin banyak tersedia di alam dalam berbagai produk alami,
seperti : buah dan sayur. Secara komersial, vitamin sering ditambahkan sebagai
fortifikan (senyawa yang memperkaya kandungan nutrien suatu adonan produk
makanan) pada berbagai produk susu formula, mentega, dll.
Vitamin yang dijual secara bebas di pasaran sebagian besar
adalah vitamin sintetis atau hasil mikrobial. Vitamin-vitamin tersebut memiliki
sifat mudah rusak oleh cahaya (photolabile), mudah rusak oleh suhu (thermolabile),
dan mudah rusak oleh bahan kimia (chemicolabile). Untuk mempertahankan
kualitasnya, vitamin dilapisi (disalut) dengan senyawa pelapis (coating agent),
seperti: gelatin. Gelatin adalah senyawa protein yang diperoleh dari hidrolisis
kolagen tulang atau kulit binatang. Secara komersial, umumnya gelatin yang
terdapat di pasaran dibuat dari kulit atau tulang babi dan sapi, meskipun bisa
pula dari ikan. Apabila berasal dari babi atau sapi yang tidak disembelih
secara syar’i, maka sudah barang tentu gelatin tersebut haram.
Selain itu, adakalanya multi-vitamin yang tersedia di
pasaran (toko/apotek) dikemas atau dibungkus dalam kapsul agar praktis dan
mudah ditelan. Bahan asal kapsul ini bermacam-macam, bisa dari pati yang
dimodifikasi (modified starch), rumput laut, karagenan, gom arab, maupun
gelatin. Apabila bahan yang dipakai adalah gelatin, maka harus dipastikan
terlebih dahulu status kehalalan gelatinnya
13. Gelatin
Umumnya, gelatin dipakai sebagai gelling agent (bahan
pengental), bahan penegar (penguat), atau untuk topping kue atau es
krim. Gelatin pasti berasal dari produk hewani (sapi, babi, dll). Jika berasal
dari babi atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i, maka status
hukumnya haram.
Sebagai pengganti, bahan lain yang dapat dipakai sebagai
pengental adalah : rumput laut (agar-agar), karagenan, pati yang dimodifikasi,
gom arab, dll.
14. Bakers Yeast Instant (Ragi)
Yeast banyak dipakai pada produk-produk bakery sebagai
bahan pengembang (bread improver). Dalam pembuatannya, adakalanya juga
ditambahkan bahan pengemulsi. Nah, kalau bahan pengemulsi yang dipakai berasal
dari bahan haram, maka yeast ini tentu menjadi tidak halal.
BAHAN BAKU TAMBAHAN :
1. Pemanis
Ada 2 macam pemanis (sweeteners) yang sering dipakai dalam
industri makanan, yaitu pemanis sintetis dan pemanis alami. Pemanis sintetis
non-kalori, seperti: sodium siklamat(Na-Cyclamate), sodium sakarin (Na-Saccharine),
dan aspartame, umumnya halal. Namun demikian, sorbitol bersifat
syubhat karena produk ini dibuat dari glukosa yang berstatus syubhat. Dalam
skala industri, glukosa dapat dibuat secara enzimatis menggunakan katalisator
enzim alpha-amilase. Enzim ini dapat berasal dari mikroorganisme maupun dari
saluran pencernaan hewan (saliva dan pankreas). Oleh sebab itu, sirup glukosa
yang tidak tersertifikasi halal berstatus syubhat.
Pemanis alami juga ada beberapa macam. Umumnya gula jawa dan
gula aren aman dikonsumsi. Justru gula pasir yang selama ini tidak kita
waspadai dapat berstatus syubhat. Gula pasir dipermasalahkan kehalalannya
karena senyawa yang sering dipakai sebagaiwhitening (pemucat atau pemutih)
adalah arang (karbon) aktif. Arang aktif ini terkadang juga dipakai sebagi
filter penyaring air. Arang aktif ini dapat berasal dari bahan tambang (mine),
dari arang kayu tanaman (charcoal), maupun dari tulang hewan (bone). Arang
tulang babi disinyalir banyak tersedia di pasaran.
2. Pengemulsi
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang ditambahkan
pada adonan pangan yang ditujukan agar bahan baku yang berkadar lemak tinggi
dapat bercampur dengan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama.
Oleh karena dapat berfungsi menstabilkan campuran, maka sering kali pula
dipakai sebagai bahan penstabil.
Status kehalalan bahan pengemulsi tergantung oleh senyawa
yang dipakai, seperti misalnya: lesitin (lechitin). Lesitin adalah
senyawa fosfolipida yang berasal dari lemak, tentu bisa lemak hewani maupun
lemak nabati. Apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status
kehalalan hewannya.
Lesitin juga dapat diekstrak dari bahan nabati, seperti:
biji kedelai (soy/soya lechitin). Lesitin kedelai halal apabila dalam proses
produksinya tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Apabila hidrolisis
lemaknya menggunakan enzim yang diharamkan, maka tentu lesitin kedelai ini
menjadi haram.
Dalam skala industri, lesitin kedelai diekstrak menggunakan
pelarut organik. Setelah bahan terekstrak, kemudian pelarutnya dihilangkan
sehingga diperoleh ekstrak kasar lesitin. Agar diperoleh hasil lesitin yang
lebih baik, maka dibuatlah turunan-turunan lesitin menggunakan proses
enzimatis. Apabila proses ini menggunakan enzim fosfolipase A dari
pankreas babi, maka lesitin nabati ini berstatus haram.
3. Pengembang
Pengembang (bread improver) dipakai untuk membuat adonan
roti mengembang saat diolah menjadi roti. Ada beberapa istilah yang dikenal
untuk menyebut bahan pengembang ini,
seperti : soda kue, baking powder, baking
soda, atau ragi (yeast/ gist). Ragi sesungguhnya adalah
mikroorganisme hidup jenis jamur (khamir) yang disebutSaccaromyces cerevisiae.
Apabila dalam adonan roti disediakan cukup air, gula, dan
ragi, maka adonan akan mengembang. Apabila dicampur dengan air, protein
glutelin dan gliadin yang ada pada tepung terigu akan membentuk adonan yang
elastis dan ekstensibel (bisa mengembang) yang disebut sebagai gluten. Ragi
yang ditambahkan dalam adonan akan mengkonsumsi atau memfermentasi gula menjadi
gas karbondioksida yang akan mengembangkan adonan roti. Protein glutelin akan
menguatkan struktur gluten dan protein gliadin membuat gluten bisa mengembang
secara elastis. Selama proses fermentasi, gula akan diubah menjadi gas CO2 dan
senyawa ethanol (ethyl alcohol) yang berkontribusi membentuk aroma roti yang
sedap. Apabila proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan dihasilkan
produk bakery yang mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang
enak.
Selain yeast, bahan pengembang lain yang juga sering dipakai
adalah asam tartarat (tartaric acid, E334). Asam tartarat halal jika dibuat
dari bahan (kimia sintetis) halal, namun apabila dibuat dari hasil samping
pembuatan minuman keras (seperti : wine), maka statusnya menjadi haram.
Selain yeast dan asam tartarat, bahan lain yang cukup
terkenal dalam industri roti adalah ovalet. Ovalet dipakai sebagai bahan
pengembang dan pelembut produk bakery. Oleh karena dibuat dari asam lemak, maka
status kehalalannya tergantung pada asal asam lemak yang dipakai. Apabila
berasal dari asam lemak tumbuhan, tentu tidak masalah. Namun apabila dibuat
dari produk hewani, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal atau hewan
haram (babi).
Selanjutnya, perlu pula dipahami bahwa ragi instant yang
dijual di pasaran umumnya berbentuk serbuk kering. Agar tidak menggumpal, maka
bahan anti gumpal (anti-caking agent) seringkali ditambahkan oleh produsen.
Status kehalalan bahan anti gumpal ini tergantung dari bahan asal yang dipakai,
yaitu dari bahan nabati (tanaman) atau hewani (tulang hewan). Apabila menggunakan
bahan dari tulang hewan, seperti edible bone phosphate (E542),
asam stearat (E570), serta magnesium stearat (E572), maka harus dipastikan
status kehalalan hewannya.
4. Penyedap rasa
Bumbu masak instant saat ini telah tersedia di pasaran dalam
bentuk beraneka ragam, seperti : Monosodium Glutamat atau Mononatrium Glutamat
(MSG) atau vetsin, kaldu, yeast extract, dll. MSG adalah salah satu bumbu
instant yang paling favorit dipakai. Bahan ini diproduksi dalam skala industri
secara mikrobial dengan media pertumbuhan (perkembangbiakan) bakteri yang
beraneka macam. Salah satu media fermentasi yang cukup dikenal dan pernah
meresahkan masyarakat di Indonesia adalah daging dead-flesh(daging) babi.
Sebagai pengganti vetsin, sebenarnya para ibu rumah tangga dapat menggunakan
gula pasir.
5. Perisa (flavor atau pemberi aroma)
Flavor dipakai dalam industri makanan untuk memberi kesan
aroma tertentu yang dikehendaki. Flavor dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
flavor sintetis (buatan/artificial) dan flavor alami. Secara umum, flavor
sintetis memang cenderung lebih aman karena dibuat di laboratorium dari
berbagai senyawa kimia. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
a. Flavor produk haram. Menurut kaidah fiqih al
washilatu ila haromin haromun (segala pengimitasian produk halal dengan
produk haram itu diharamkan), maka flavor sintetis yang menggunakan aroma
tertentu yang dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras)
tidak diijinkan. Sebagai contoh, flavor bacon, pork, white wine, red wine, dll.
b. Bahan dasar flavor. Flavor alami bisa diperoleh dari
tumbuhan maupun hewan. Apabila diekstrak dari hewan (rasa ayam bawang, rasa
sapi, dll) atau berbahan dasar asam amino hewan, maka harus dipastikan bahwa
flavor ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Aroma daging juga bisa dimunculkan melalui proses ekstraksi
jamur (yeast) tertentu. Dalam proses produksinya, jamur dikembangbiakkan
melalui proses mikrobial. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan adalah apakah
yeast ini dikembangbiakkan pada media halal atau haram.
c. Rhum sebagai flavor. Penggunaan rhum dalam adonan
bakery umumnya ditujukan untuk : pemberi aroma tertentu, pelarut (agar adonan
tercampur dengan baik), pewarna, serta sebagai pengawet (agar roti lebih tahan
lama). Rhum diharamkan karena memiliki sifat khamr. Bahkan kandungan alkohol
rhum bisa mencapai 38-40%. Bahkan, peraturan di negara Amerika Serikat
menyebutkan bahwa pelabelan rhum diijinkan pada produk tersebut mengandung
alkohol minimal 40%. Oleh karena itu, kita mesti berhati-hati dengan berbagai
produk bakery yang sering menggunakan rhum, seperti : Black Forest, Sus Fla,
Cake, roti taart, dll.
d. Rhum essence. Rhum essence (rhum sintetis) juga
diharamkan karena membuat konsumen tidak dapat membedakan rhum ‘asli’ dan rhum
‘sintetis’.
6. Pewarna
Bahan pewarna (colorings) yang biasa dipakai dalam makanan
olahan terdiri dari 2 jenis, yaitu : pewarna sintetis (buatan/ artificial) dan
pewarna alami (natural).
a. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat dari
senyawa-senyawa kimia tertentu. Pewarna jenis ini sangat disukai produsen
makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik (tidak mudah
pudar saat pengolahan) serta harga yang relatif murah. Pewarna sintetis yang
diijinkan dipakai adalah pewarna yang aman dipakai dalam makanan (food-grade),
seperti : allura red (merah), tartrazin (kuning), dll. Meskipun tidak
mengandung bahan haram, namun penggunaan yang berlebihan dapat berdampak tidak
baik pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu,
negara-negara Uni Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis,
seperti : tartrazine (diganti dengan pewarna alami beta karoten).
Pewarna tekstil, cat tembok, pewarna kayu juga tidak
diijinkan dipakai. Contoh pewarna non food-grade yang dilarang
pemerintah (BPOM) ditambahkan pada produk makanan adalah : pewarna merah
berpendar rhodamin B (kadang dipakai pada terasi, kerupuk, minuman
sirup) dan pewarna kuning menyala methyanil yellow (kadang dipakai
pada sirup, manisan buah, dll). Kedua pewarna sintetis non food-grade ini
dilarang karena bisa menstimulasi pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit
lainnya.
b. Pewarna alami adalah pewarna yang diperoleh secara
ekstraksi dari alam (tumbuhan). Contoh pewarna alami yang banyak tersedia di
pasaran adalah xanthaxanthine (merah). Pewarna ini sering dipakai pada industri
pengalengan daging dan ikan.
Pewarna organik ini dikenal memiliki tingkat kestabilan yang
relatif rendah. Untuk menghindari kerusakan warna (pudar) dari pengaruh suhu,
cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya pada saat penyimpanan maupun
pengolahan, maka seringkali pada pewarna ini ditambahkan senyawa pelapis (coating
agent) melalui proses micro-encapsulation.
Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah gelatin.
Oleh karena berasal dari hewan, maka harus dipastikan apakah gelatin yang
dipakai berasal dari hewan halal atau hewan haram. Senyawa pelapis lain,
seperti : maltodekstrin dan karagenan halal dipakai.
7. Pelapis
(lihat pewarna dan vitamin).
8. Pelembut
Pelembut (shortening) adalah salah satu bahan standar yang
sering dipakai pada industri roti. Para pengusaha makanan lebih familiar
menyebut bahan pelembut roti ini dengan istilah mentega putih. Selain
memberi sensasi lembut, shortening ini juga disukai karena dapat
memberikan sensasi renyah (crispy) pada produk.
Pelembut umumnya dibuat dari lemak, bisa lemak hewan, lemak
tanaman, maupun campuran dari keduanya. Apabila berasal dari lemak tanaman,
maka tentu tidak masalah dari segi kehalalan. Namun apabila berasal dari lemak
hewan, maka harus dipastikan status kehalalan lemaknya. Apabila dibuat dari
lemak babi (lard), maka sudah tentu haram. Apabila dibuat dari lemak sapi (tallow),
maka harus dipastikan bahwa lemak tersebut berasal dari sapi yang disembelih
secara syar’i. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengusaha bakery non
Muslim sangat menyukai lard karena lemak babi ini dikenal sebagai
lemak hewan yang paling enak dan memberi aroma sedap pada produk.
9. Anti gumpal
BTP lain yang sering dipakai dalam industri pangan adalah
bahan anti penggumpal (anti-caking agent). Bahan ini berfungsi mencegah
terjadinya penggumpalan bahan selama masa penyimpanan. Bahan ini contohnya
dipakai sebagai agen anti gumpal pada produk ragi kering, garam, dll. sehingga
tidak mudah menggumpal saat disimpan sebelum dipergunakan.
(For further information, please see notes below)
KODE-KODE NUMERIK INGREDIENT:
Industri makanan saat ini seakan tidak terlepas dari
ingredien fabrikan. Ada kode-kode ingredient tertentu yang menggunakan awalan E-number dan
ada pula yang tidak menggunakan awalan nomer tertentu. Berikut daftar
ingredient (pewarna, pengawet, antioksidan, asam organik, asam lemak,
penstabil, pengemulsi, dll) yang harus selalu kita waspadai kehalalannya :
1. Pewarna (coloring)
E101 (Riboflavin). Vitamin B2 (kuning oranye) ini halal
jika berasal dari bahan nabati, namun haram jika diekstrak dari hati dan atau
ginjal babi.
E170 (Kalsium karbonat/kapur). Bahan pemutih ini halal
jika berasal dari karang (bahan tambang), namun statusnya haram jika diambil
dari tulang binatang haram atau tulang hewan halal yang tidak disembelih secara
syar’i.
2. Antioksidan (antioxidant)
E320 (Butylated hydroxy-anisole/BHA). BHA halal
jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya
adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E321 (Butylated hydroxy-toluene/BHT), BHT halal
jika karier yang digunakan adalah minyak nabati, namun haram jika kariernya
adalah lemak hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i.
E322 (Lechitin/lesitin). Lesitin halal jika berasal
dari biji kedelai (soy/soya lechitin) atau kuning telur (egg yolk). Apabila
diekstrak dari lemak babi atau lemak hewan halal yang tidak disembelih secara
syar’i, maka tentu statusnya adalah haram.
3. Alkohol gula (sugar alcohols)
E422 (Glycerol). Di Amerika, glycerol disebut sebagai
glycerin. Senyawa glycerol ini haram jika berasal dari lemak hewan haram (lemak
babi, dll), dan halal jika berasal dari hewan halal yang disembelih secara
syar’i.
4. Pengemulsi & Penstabil (emulsifier & stabiliser)
E470 (Garam natrium, kalium, dan kalsium dari
asam lemak). E470 haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika
berasal dari lemak tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara
syar’i.
E471 (Mono- dan digliserida dari asam lemak). E471
haram jika berasal dari asam lemak hewan babi dan halal jika berasal dari lemak
tanaman atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E472 (Aneka ester dari mono- dan diglise-rida asam
lemak). E472 haram jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal
dari asam lemak tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara
syar’i.
E473 (Ester sukrosa dari asam lemak). E473 haram jika
berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman
atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E474 (Sucroglycerides). E474 haram jika berasal dari
asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak tanaman atau asam lemak
hewan halal yang disembelih secara syar’i.
E475 (Ester poligliserol dari asam lemak). E475 haram
jika berasal dari asam lemak babi dan halal jika berasal dari asam lemak
tanaman atau asam lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
5. Anti-gumpal (anti-caking agents)
542 (Edible bone phosphate, tepung tulang). Tepung
tulang ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari
tulang hewan halal yang disembelih secara syar’i.
544 (Calcium polyphosphate, kalsium polifosfat).
Mineral ini haram jika berasal dari tulang babi dan halal jika berasal dari
bahan tambang atau dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
570 (Stearic acid, asam stearat). Asam organik ini
haram jika berasal dari lemak babi dan halal jika berasal dari lemak tanaman
atau lemak hewan halal yang disembelih secara syar’i.
572 (Magnesium stearate). Status kehalalan magnesium
stearat tergantung asam stearat yang dipakai karena bahan ini dibuat dari asam
stearat.
6. Penyedap (flavor enhancer)
620 (L-glutamic acid). Penyedap rasa ini haram jika
dibuat dari protein babi dan halal jika dibuat dari protein hewan halal yang
disembelih secara syar’i.
621 (Monosodium glutamate, MSG). Penyedap rasa ini
haram jika dibuat dengan media dari babi dan halal jika dibuat dari media yang
halal.
622 (Monopotassium glutamate). Penyedap rasa ini haram
jika dibuat dengan media lemak babi dan halal jika dibuat dari media yang
halal.
920 (L-cystein hydrochloride). Asam amino ini haram
jika dihidrolisis dari rambut manusia atau bulu babi, namun halal kalau
dihidrolisis dari bulu binatang halal (ayam, bebek, domba, dll) yang disembelih
secara syar’i.
Allahu a’lam bish-showwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar